Skip to main content

Iklan

Iklan

Gaya Hidup

Kisah masjid tertua Lampung yang bertahan dari letusan dahsyat Gunung Krakatau

Masjid Jami Al-Anwar dikenal sebagai masjid tertua di daerah Lampung dan masih bertahan sampai sekarang. Masjid ini menjadi saksi letusan dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883, meskipun pada saat itu, ia sempat rosak dan sudah diubah suai beberapa kali.

Anggaran Waktu Membaca:
Kisah masjid tertua Lampung yang bertahan dari letusan dahsyat Gunung Krakatau

Masjid Jami Al Anwar Lampung bertahan selama beratus-ratus tahun meskipun pernah terkena letusan dahsyat Gunung Krakatau pada 1883. (Gambar: Dinny Mutiah/Instagram)

Diterbitkan : 18 Jan 2019 11:18AM Dikemas Kini : 18 Jan 2019 08:01PM

JAKARTA: Masjid Jami Al-Anwar dikenal sebagai masjid tertua di daerah Lampung dan masih bertahan sampai sekarang. Masjid ini menjadi saksi letusan dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883, meskipun pada saat itu, ia sempat rosak dan sudah diubah suai beberapa kali.

Menurut sumber-sumber, masjid berkenaan wujud sejak sekitar 180 tahun lalu walaupun pada awalnya hanya berupa sebuah surau.

Masjid ini terletak tidak jauh dari pusat belanja oleh-oleh di kota Lampung.

Ia juga memiliki banyak peninggalan bersejarah yang masih ada sampai sekarang. Pemerintah Daerah Lampung melalui Pejabat Wilayah Jabatan Agama Daerah Lampung bahkan menetapkan masjid ini sebagai masjid tertua dan bersejarah di bandarnya.

"Gunung Krakatau meletusnya tahun 1883, masjid ini sudah ada sejak tahun 1839, tetapi menurut sumber, saat itu ia masih berbentuk surau," kata pengurus Masjid Jami Al-Anwar, Encik Sumanta.

Mengikut sejarah, masjid tersebut dibangun oleh seorang ulama pendatang yang berasal dari Pulau Sulawesi asal suku Bugis. Saat masih berbentuk surau, ia menjadi tempat para ulama berkumpul dan mengaji. Masyarakat setempat lainnya juga sering ke masjid itu.

"Awalnya ia dibangun oleh para ulama dari Pulau Sulawesi yang kemudian datang ke Lampung, iaitu Daeng Muhammad Ali, K.H. Muhammad Said, dan H. Ismail. Setelah itu, mereka mendirikan surau untuk mengaji bersama ulama dan sesiapa dari golongan masyarakat yang ingin mengaji bersama," ujarnya.

6 TIANG KEKAL KUKUH KETIKA GUNUNG KRAKATAU MELETUS

Surau tersebut kemudian menjalani beberapa ubah elok dan perluasan bangunan sehingga menjadi sebuah masjid. Ubah suai pertama dilakukan lima tahun setelah Gunung Krakatau meletus.

Sekitar 1888, para ulama bersama masyarakat untuk menjadikan masjid lebih kukuh. Ubah suai juga dilakukan pada 1972, dan terakhir kali pada 2015.

"Saat Gunung Krakatau meletus, musollah rosak - tinggal tiang-tiangnya sahaja. Jadi pada tahun 1888, menurut sumber, ubah suai dijalankan di mana enam tiang yang ada dikekalkan. Enam tiang tersebut menggambarkan Rukun Iman," ucapnya.

Pada 1972, masjid sekali lagi diubah suai. Masjid dijadikan lebih besar kerana jumlah jemaah yang datang untuk solat Jumaat dan hari-hari lain semakin bertambah.

Terakhir, ubah suai masjid itu dilakukan pada sekitar 2015 sehingga 2016. Yang diganti hanya atap masjid yang awalnya genting biasa.

Dalam buku berjudul "Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia" karya Abdul Baqir Zein pada 1999, keenam tiang masjid yang dibangun pada 1888 dibuat bukan menggunakan adunan simen, melainkan campuran telur ayam dan kapur.

Setelah itu, masjid tersebut dinamakan Masjid Al-Anwar yang bermaksud bercahaya. Nama tersebut diberikan dengan harapan masjid tersebut dapat menjadi sumber cahaya kehidupan yang dapat menerangi kehidupan para penduduk hingga ke saat ini.  

Anda suka apa yang anda baca? Ikuti perkembangan terkini dengan mengikuti kami di Facebook, Instagram, TikTok dan Telegram!

Ikuti perkembangan kami dan dapatkan Berita Terkini

Langgani buletin emel kami

Dengan mengklik hantar, saya bersetuju data peribadi saya boleh digunakan untuk menghantar artikel dari Berita, tawaran promosi dan juga untuk penyelidikan dan analisis.

Iklan

Lebih banyak artikel Berita

Iklan