NOTA DARI JAKARTA: Dari Batik Ireland Hingga Ke Songket Nusantara
JAKARTA: Saya terpana (terpesona) saat membaca Kedutaan Besar Irlandia (Ireland) di Indonesia mempamerkan batik dalam rangka 40 tahun diplomasi Indonesia-Irlandia.
Mana ada batik di Irlandia? Penasaran, saya mampir ke Muzium Tekstil Jakarta, di mana pameran berlangsung. Yang saya temui, ternyata cukup menggelitik.
Dalam ruang pameran utama, di antara segenap batik antik koleksi muzium yang bernuansa kehijauan, warna khas Irlandia, terpampang beberapa batik tulis yang memadukan budaya Irlandia dan Indonesia.
Batik-batik ini hasil kolaborasi Vania Gracia, pembatik dari Kedubes Irlandia (Kedutaan Besar Ireland), dengan ahli kriya (kraf tangan) Cak Nur dan Batik Pohon.
Dalam setiap batik kolaborasi ini, diilustrasikan profil tokoh legendaris (legenda) Irlandia seperti Santo Patrick, Cu Chulainn dan Ratu Maeve. Sang tokoh diapit simbol budaya Irlandia seperti daun semanggi tiga segi (shamrock) dan triskelion selain motif klasik batik Indonesia seperti parang, truntum (motif batik yang berhiaskan bunga-bunga kecil) dan merak.
Beberapa helai batik juga ditambahi rajutan (crochet), salah satu kriya (kraf tangan) popular di Irlandia.
Gambar 1. Batik St Patrick
Songket sering disalahertikan sebagai sebatas tenun berbenang perak atau emas yang berasal dari Sumatera dan sekitarnya.
Sesungguhnya, seperti ditulis dalam buku-buku wastra (heritage textile) Indonesia dan ditegaskan kembali oleh pakar wastra Benny Gratha dalam serangkaian presentasi (persembahan) di Muzium Tekstil Jakarta tahun ini, songket adalah teknik tenun yang menambahkan benang pakan (horizontal) atau benang lungsi (vertikal) dengan cara disungkit.
Satu cara mudah untuk mengetahui tenunan itu songket atau bukan adalah dengan diraba; benang tambahan yang disungkit akan terasa timbul di tangan.
Baru-baru ini Muzium Tekstil Jakarta menggelar pameran songket yang diawali dengan temu wicara (talkshow) bersama para pakar dan kolektor. Sebahagian peserta masih mengira songket harus berbenang perak/emas dari Sumatera, sehingga kaget saat melihat keragaman songket milik muzium yang dipamerkan.
Selain pakar wastra (warisan tekstil), kolektor seperti Neneng Iskandar dan Aswin Wirjadi ikut memberikan penjelasan dan menunjukkan koleksi peribadi mereka kepada pengunjung.
Selain itu, sulaman antik Bali juga dipamerkan. Selain bercorak dan berwarna meriah khas budaya Bali, wastra di sudut ini juga amat berharga, mungkin kerana ia dimiliki sang kurator yang juga seorang bangsawan Bali.
MENGENAI PENULIS
Lynda Ibrahim ialah penulis dari Jakarta.
Ikuti perkembangan kami dan dapatkan Berita Terkini
Langgani buletin emel kami
Dengan mengklik hantar, saya bersetuju data peribadi saya boleh digunakan untuk menghantar artikel dari Berita, tawaran promosi dan juga untuk penyelidikan dan analisis.