Skip to main content

Iklan

Iklan

Komentar

NOTA DARI JAKARTA: Buka dulu maskermu, Indonesia

Anggaran Waktu Membaca:
NOTA DARI JAKARTA: Buka dulu maskermu, Indonesia

Petugas Ketertiban Umum sedang menjalankan tugasnya mengawal kesesakan orang ramai. (Gambar: Ismira Lutfia Tisnadibrata)

BERITAmediacorp: Ada yang baru dengan penampilan dua penyiar berita dalam program berita pagi Senin (6 Juni 2022) di salah satu stasiun televisi nasional berbasis (berpangkalan) di Jakarta. 

Sebenarnya tidak sepenuhnya baru atau lebih tepatnya kembali ke praktik lama, kerana untuk pertama kalinya dalam dua tahun sejak pandemik COVID-19 melanda dunia dan Indonesia, kedua jurnalis (penyampai berita) tersebut tampil tanpa masker (pelitup) saat siaran dari dalam ruang studio. 

Mungkinkah hal ini menjadi pertanda bahwa penanganan pandemik di Indonesia semakin terkontrol (terkawal)? 

Ketika mereka yang berada di dalam ruangan sangat tertutup seperti sebuah studio televisi sudah percaya diri untuk tidak lagi memakai masker saat membacakan berita. 

Sehari sebelumnya, pada pagi hari Minggu (Ahad) 5 Juni, warga Jakarta kembali memenuhi jalan utama di tengah kota yaitu Jalan MH Thamrin, Bundaran Hotel Indonesia, dan Jalan Sudirman untuk berolahraga - bersepeda (berbasikal), jalan kaki, atau lari - di hari bebas kendaraan bermotor atau 'car free day', yang kembali digelar (diadakan) sejak 22 Mei setelah ditiadakan selama pandemik. 

Orang ramai memakai masker (pelitup) semasa mengambil bahagian dalam acara Hari Bebas Kenderaan di Jakarta. (Gambar: Ismira Lutfia Tisnadibrata)

Sejumlah petugas ketertiban umum terlihat terus aktif membubarkan mereka yang bergerombol (berkerumun) lama demi mengontrol (mengawal) massa (orang ramai) tetap bergerak dan mencegah kerumunan. 

Di pagi menjelang siang yang panas dan lembab itu, sebagian masyarakat tidak lagi memakai masker dan sebagian lainnya tetap menggunakan masker, walaupun Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan pada pertengahan Mei lalu bahwa terhitung mulai 18 Mei, masyarakat sudah diperbolehkan tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan. 

Suasana hati warga Jakarta dan sekitarnya dan rakyat Indonesia mungkin sudah terbiasa kembali dengan aktivitas normal tanpa banyak pembatasan pasca masa liburan Hari Raya Aidil Fitri bulan lalu, ketika pemerintah memutuskan untuk memperbolehkan masyarakat untuk pulang kampung merayakan Hari Raya dengan keluarga besar mereka setelah dua tahun aktivitas itu dilarang di masa pandemik. 

Pemerintah pun sepertinya semakin percaya diri dengan semakin besarnya cakupan vaksinasi (kadar vaksinasi) sampai dosis ketiga (suntikan dos ketiga) dan ketika setelah masa liburan Hari Raya selesai, kasus (kes) penyebaran COVID-19 tidak melonjak tajam seperti tahun lalu yang dipicu oleh varian Delta yang sangat menular. 

Kementerian Kesehatan mengatakan pada pertengahan bulan Mei lalu bahwa jumlah kasus (kes) relatif stabil di bawah kisaran (paras)1,000 kasus positif per hari, sehingga pemerintah mulai melakukan pelonggaran aktivitas masyarakat sebagai transisi (peralihan) dari pandemi ke endemi (pandemik ke endemik).

Apakah ini berarti pandemik sudah berakhir di Indonesia? 

Tidak semudah itu, Ferguso - meminjam kalimat yang diambil dari seri telenovela (siri televisyen) asal Meksiko (Mexico) dengan sulih suara (alih bahasa) bahasa Indonesia yang populer di tahun 1990-an dan sudah menjadi meme. 

Memang tidak semudah itu kerana Organisasi Kesehatan Dunia (Pertubuhan Kesihatan Sedunia, WHO) yang dapat menyatakan pandemik COVID-19 sudah berakhir dan menjadi endemik. Namun pada praktik sehari-hari, banyak masyarakat yang sudah memakai rujukan waktu di masa lalu saat berbicara tentang pandemik COVID-19. 

Kebiasaan baru ini sepertinya muncul seiring dengan semakin dilonggarkannya pembatasan kegiatan masyarakat dan kehidupan seperti di masa pra-pandemik dengan kantor-kantor (pejabat) kembali beroperasi dengan 100 persen karyawannya bekerja di kantor dan kemacetan (kesesakan) lalu lintas yang mengular di Jakarta sudah hampir seperti masa sebelum pandemik.  

Membuka masker berarti juga membuka kembali kesempatan bagi Sujana, 53 tahun, seorang penjual cilok - kudapan (snek) dari tepung tapioka berbentuk bakso dengan bumbu saus kacang - yang berjualan di dekat Bundaran Hotel Indonesia pada Minggu (Ahad) pagi itu. 

Sujana menjual snek cilok. (Gambar: Ismira Lutfia Tisnadibrata)

Kembalinya hari bebas berkendara motor di hari Minggu menjadi tambahan waktu baginya untuk berjualan, selain hari-hari biasa dimana dia berjualan di belakang sebuah gedung pencakar langit di Jalan Sudirman. 

Sujana baru kembali ke Jakarta - yang statusnya sebagai ibukota selama hampir 77 tahun Indonesia merdeka mungkin hanya tinggal dalam hitungan tahun atau bahkan bulan kerana akan digantikan oleh Nusantara di Kalimantan Timur - selesai masa liburan Hari Raya dan mulai kembali berjualan dengan gerobak dorongnya (kereta sorongnya). 

Sebelumnya, selama hampir dua tahun dia pulang kampung ke Cirebon, Jawa Barat kerana pembatasan aktivitas masyarakat yang ketat dan diberlakukannya kerja dari rumah membuatnya kehilangan pembeli di tempat dia dulu mangkal (berniaga) di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Di kawasan pasar grosir dan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu, Sujana dulu berjualan buah-buahan seperti mangga, nanas dan jambu air yang sudah dipotong dan siap saji. Ketika kawasan yang selalu ramai dan padat itu mendadak tutup dan sepi seperti kota hantu, Sujana harus menanggung kerugian kerana jualannya tidak laku dan menyebabkannya terjerat hutang. 

Beberapa bulan pertama dia kembali ke kampung istrinya di Brebes, Jawa Tengah, sampai akhirnya Sujana memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Cirebon, Jawa Barat dan belajar memasak cilok daripada temannya dan merintis berjualan di kawasan perumahan setempat. 

Ketrampilan barunya memasak dan berjualan kudapan (snek) ini akhirnya membawa dia kembali mengadu nasib di Jakarta dan walaupun menjual cilok adalah pilihan yang aman kerana modal yang tidak sebanyak berjualan buah dengan resiko kerugian yang rendah, Sujana bertekad untuk mengumpulkan uang (wang) hasil jualan cilok untuk modalnya menjual buah potong lagi, walau harus mengeluarkan modal lebih banyak, namun demi keuntungan yang juga lebih banyak dan untuk melunasi (melunaskan) hutangnya kepada bos pemilik gerobak buah.  

Pelonggaran aktivitas juga membuka kesempatan pada Ardi Saputra untuk kembali membuka lapak fisik (tempat fizikal) usaha sampingannya berdagang pakaian bekas (pakaian terpakai) atau 'thrift shop'. 

Usaha ini telah dijalaninya selama beberapa tahun terakhir, di samping pekerjaan utamanya sebagai operator di perusahaan telekomunikasi di Jakarta. Dari lapak (tempat) pakaian bekasnya, Ardi dapat mendapat penghasilan tambahan sekitar tiga sampai empat juta rupiah per bulan. 

"Buka lapak di 'car-free day' seperti ini membuka kesempatan untuk memperkenalkan toko online saya," ujarnya di sela-sela kesibukan melayani pembeli.  

Suasana sekitar Hari Bebas Kenderaan di Jakarta. (Gambar: Ismira Lutfia Tisnadibrata)

Walau Ardi mengatakan usaha jualan pakaian bekasnya tetap berjalan di masa pembatasan aktivitas selama pandemik kerana dia tetap bisa berjualan di toko daringnya (penjualan secara online), Ardi mengakui bahwa kondisi ekonomi masyarakat yang terpukul di masa pandemik berpengaruh pada keuntungan yang didapatnya. 

Selama berjualan secara daring (online) di masa pandemik yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun, Ardi mempelajari perilaku konsumennya (pelanggannya) yang ingin tetap belanja namun dengan menawar harga serendah-rendahnya, sehingga dia hanya bisa mengambil margin keuntungan paling banyak 25 persen, yang sebelumnya bisa minimal 50 persen dari modalnya membeli pakaian bekas impor bermerek untuk olahraga dan aktivitas luar ruang. 

Apa yang dialami oleh Sujana dan Ardi hanya dua contoh yang mengalami warna-warni kehidupan yang akhirnya terbuka, setelah selama ini tertutup oleh masker pandemik.

Indonesia buka pintu kepada pelawat antarabangsa

Dari tindakan di tingkat paling bawah - individu - dengan membuka masker hingga di tingkat teratas - negara - dengan membuka perbatasan bagi orang asing agar lebih mudah berkunjung dan kembali berwisata ke Indonesia, ada target capaian utama di akhir tahun nanti yang akan mencerminkan kedua hal tersebut. 

Pertengahan November nanti, Indonesia dijadwalkan (dijadualkan) menjadi tuan rumah bagi 19 kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara anggota G20 lainnya, dan sembilan kepala organisasi internasional dunia - selain dari satu kepala negara yang kemungkinan besar akan hadir secara daring (online) - yang akan berkumpul untuk membicarakan hal-hal maha penting terkait perbaikan perekonomian dunia pasca pandemik yang pada akhirnya diharapkan akan berpengaruh positif bagi kondisi ekonomi pedagang seperti Sujana dan Ardi, sambil menikmati hembusan angin segar di serambi resor (resort) yang eksotis di pantai kawasan Nusa Dua, Bali dimana Indonesia akan memperlihatkan warnanya, asli atau tidak. 

Tentunya nanti akan sayang sekali bila orang-orang penting dunia ini berfoto bersama dengan latar belakang suasana Bali yang indah, dengan sebagian wajah mereka tertutup masker. 

Kerana itu: buka dulu topengmu, biar ku lihat warnamu...  Noah, "Topeng", 2003. 

MENGENAI PENULIS:
Ismira Lutfia Tisnadibrata adalah penulis dari Jakarta.

Sumber : BERITA Mediacorp/ny
Anda suka apa yang anda baca? Ikuti perkembangan terkini dengan mengikuti kami di Facebook, Instagram, TikTok dan Telegram!

Ikuti perkembangan kami dan dapatkan Berita Terkini

Langgani buletin emel kami

Dengan mengklik hantar, saya bersetuju data peribadi saya boleh digunakan untuk menghantar artikel dari Berita, tawaran promosi dan juga untuk penyelidikan dan analisis.

Iklan

Lebih banyak artikel Berita

Iklan